Rabu, 24 Juni 2009

Meriam KI Amuk

Meriam KI Amuk


diketahui bahwa kerajaan Pajajaran, yang ibukotanya sekitar Bogor, sekitar abad XVI mempunyai dua buah pelabuhan yaitu Sunda Kelapa dan Banten. Jalur darat dari ibukota menuju Banten, melewati Jasinga lalu membelok diutara Rangkasbitung menuju Banten Girang yang lokasinya sekitar 3 kilometer selatan kota Serang atau sekitar 13 kilometer selatan Banten Lama. Tahun 1513 Banten Lama sudah menjadi pelabuhan kedua setelah Sunda Kelapa itu, dimana diekspor beras dan lada. Belakangan berdiri kerajaan Banten dengan ibukota di Banten Lama yang dekat pantai itu yaitu Kota Surosowan. Kota ini berdiri atas perintah Sunan Gunung Jati kepada putranya yaitu Hasanudin yang menjadi raja Banten pertama. Selain membuat keraton Surosowan, Hasanudin juga membangun Mesjid Agung Kerajaan. Penggantinya,
Maulana Yusuf - membuat benteng sekitar keraton.

Banten dimasa keemasannya, pernah menerima kedatangan kapal Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman, JP Coen dll. Di pelabuhan Karangantu, banyak terdapat pedagang pedagang dari Portugis, Arab, Cina, Turki, Keling, Gujarat, Benggali dll. Belakangan Daendels manghancurkan total istana Surosowan, bukan saja gedung2 dihancurkan, ubin-nya pun dibongkar dan dipindahkan ke gedung pemerintahan Belanda di Serang.

Semasa kecil saya pernah ikut orang tua mengunjungi bekas kota Banten Lama itu, dan melihat sebuah meriam kuno besar yaitu Meriam Ki Amuk, yang konon adalah pasangan meriam Si Jagur yang ada di Musium Pusat Jakarta. Seingat saya meriam itu dulu adanya di pelabuhan Karangantu.


Benteng Speelwijk yang dibangun Belanda tahun 1585, sudah hancur, berbentuk segi empat sekitar 200 kali 200 meter dan tinggi benteng sekitar 3 - 5 meter. Diluar benteng terlihat Kerkhof - makam orang Belanda. Dibagian dalam hanya berupa lapangan, ada bangunan bawah tanah, dengan ditemani dua orang anak kecil saya memasuki lorong2 bawah tanah itu. Siang hari sih tentu tidak serem, walaupun sempat melihat ruang tahanan dan berbagai ruang lainnya yang mempunyai ventilasi berupa lubang keatas tanah, kalau malam sih siapa berani.

Didalam Vihara Avalokitesvara yang luas ini, ada papan yang bercerita bahwa saat terjadi letusan Gunung Krakatau pada tanggal 27 Agustus 1883, terjadi tsunami tapi walau seluruh pantai Banten disapu habis - vihara yang juga letaknya tidak berapa jauh dari pantai itu dimasuki air lautpun tidak. Vihara ini konon dibangun pada masa awal kerajaan Banten

Tidak ada komentar:

Posting Komentar